Penalaran Moral
Setiono
(dalam Muslimin, 2004) menjelaskan bahwa menurut teori penalaran moral,
moralitas terkait dengan jawaban atas pertanyaan mengapa dan bagaimana orang
sampai pada keputusan bahwa sesuatu dianggap baik dan buruk. Moralitas pada dasarnya
dipandang sebagai pertentangan (konflik) mengenai hal yang baik disatu pihak
dan hal yang buruk dipihak lain. Keadaan konflik tersebut mencerminkan keadaan
yang harus diselesaikan antara dua kepentingan, yakni kepentingan diri dan
orang lain, atau dapat pula dikatakan keadaan konflik antara hak dan kewajiban.
Hurlock (1978) mengemukakan bahwa tingkah
laku moral berarti tingkah laku yang sesuai dengan kode moral kelompok sosial.
Pengertian ini hampir sama dengan pendapat sebagian besar ahli psikologi dalam
menerangkan masalah moral. Penganut teori behaviorisme menyatakan bahwa moral
itas identik dengan konfonnitas terhadap aturan-aturan sosial. Nilai moral
merupakan evaluasi dari tindakan yang dianggap baik oleh anggota masyarakat
tertentu. Dengan demikian jelas bahwa pemahaman moral merupakan proses
internalisasi dari norma budaya atau norma dari orangtua (Setiono, 1993).
Tahapan
perkembangan moral adalah
ukuran dari tinggi rendahnya moral seseorang berdasarkan perkembangan penalaran
moralnya seperti yang diungkapkan oleh Lawrence Kohlberg,Tahapan tersebut dibuat saat ia belajar psikologi di University
of Chicago
berdasarkan teori yang ia buat setelah terinspirasi hasil kerja Jean Piaget dan kekagumannya akan reaksi
anak-anak terhadap dilema moral. Ia menulis disertasi doktornya pada tahun 1958
yang menjadi awal dari apa yang sekarang disebut tahapan-tahapan perkembangan
moral dari Kohlberg.
Teori ini berpandangan bahwa penalaran moral, yang merupakan dasar dari perilaku
etis, mempunyai enam tahapan perkembangan yang dapat teridentifikasi. Ia mengikuti perkembangan
dari keputusan moral seiring penambahan usia yang semula diteliti Piaget, yang
menyatakan bahwa logika dan moralitas berkembang melalui tahapan-tahapan
konstruktif. Kohlberg memperluas pandangan dasar ini, dengan menentukan bahwa
proses perkembangan moral pada prinsipnya berhubungan dengan keadilan dan
perkembangannya berlanjut selama kehidupan, walaupun ada dialog yang
mempertanyakan implikasi filosofis dari penelitiannya.
Penalaran Hukum
Penalaran hukum (legal reasoning) adalah kegiatan
berpikir problematis tersistematis (gesystematiseerd probleemdenken) dari subjek hukum (manusia) sebagai makhluk individu dan
sosial di dalam lingkaran kebudayaannya. Penalaran hukum dapat didefinisikan
sebagai kegiatan berpikir yang bersinggungan dengan pemaknaan hukum yang
multiaspek (multidimensional dan multifaset).
Kenneth J.
Vandevelde menyebutkan lima langkah penalaran hukum, yaitu:
1.Mengidentifikasi sumber hukum yang mungkin, biasanya berupa peraturan perundang-undangan
dan putusan pengadilan (identify the
applicable sources of law);
2.Menganalisis sumber hukum tersebut untuk menetapkan
aturan hukum yang mungkin dan kebijakan dalam aturan tersebut (analyze the sources of law);
3.Mensintesiskan aturan hukum tersebut ke dalam struktur yang koheren, yakni
strukturmyang mengelompokkan
aturan-aturan khusus di bawah aturan umum (synthesize
the applicable rules of law into a coherent structure);
4.Menelaah fakta-fakta yang tersedia (research the available facts);
5.Menerapkan struktur aturan tersebut kepada
fakta-fakta untuk memastikan hak atau kewajiban yang timbul dari fakta-fakta
itu, dengan menggunakan kebijakan yang terletak dalam aturan-aturan hukum dalam
hal memecahkan kasus-kasus sulit (apply the
structure of rules to the facts).
Gr.
van der Brught dan J.D.C. Winkelman menyebutkan tujuh langkah yang harus
dilakukan seorang hakim dalam menghadapi suatu kasus antara lain:
1.Meletakkan kasus dalam sebuah peta (memetakan kasus)
atau memaparkan kasus dalam sebuah ikhtisar (peta), artinya memaparkan secara
singkat duduk perkara dari sebuah kasus (menskematisasi);
2.Menerjemahkan kasus itu ke dalam peristilahan
yuridis (mengkualifikasi, pengkualifikasian);
3.Menyeleksi aturan-aturan hukum yang relevan;
4.Menganalisis dan menafsirkan (interpretasi) terhadap
aturan-aturan hukum itu;
5.Menerapkan aturan-aturan hukum pada kasus;
6.Mengevaluasi dan menimbang (mengkaji) argumen-argumen
dan penyelesaian;
7.Merumuskan (formulasi) penyelesaian.
Sedangkan
Shidarta menyebutkan enam langkah utama penalaran hukum, yaitu:
1.Mengidentifikasi fakta-fakta untuk menghasilkan suatu
struktur (peta) kasus yang sungguh-sungguh diyakini oleh hakim sebagai kasus
yang riil terjadi;
2.Menghubungkan (mensubsumsi) struktur kasus ter-sebut
dengan sumber-sumber hukum yang relevan, sehingga ia dapat menetapkan perbuatan
hukum dalam peristilahan yuridis (legal
term);
3.Menyeleksi sumber hukum dan aturan hukum yang relevan
untuk kemudian mencari tahu kebijakan yang terkandung di dalam aturan hukum itu
(the policies underlying those rules),
sehingga dihasilkan suatu struktur (peta) aturan yang koheren;
4.Menghubungkan struktur aturan dengan struktur kasus;
5.Mencari alternatif-alternatif penyelesaian yang
mungkin;
6. Menetapkan pilihan atas salah satu alternatif untuk
kemudian diformulasikan sebagai putusan akhir.
Sumber:
http://id.wikipedia.org/wiki/Tahap_perkembangan_moral_Kohlberg
http://habibulumamt.blogspot.com/2013/06/teori-penalaran-hukum-legal-reasoning_10.html
staff.uny.ac.id/sites/default/files/Perkemb%20moral-Kul%20PPD.pdf
arsip.uii.ac.id/files/2012/08/05.2-bab-223.pdf
repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22889/4/Chapter%20II.pdf
No comments:
Post a Comment