Monday, April 30, 2012

Manusia dan Keadilan

Keadilan biasa kita kenal dengan suatu hal yang berimbang. namun dalam arti lain dapat diartikan sebagai sikap yang dilakukan secara baik untuk kepentingan bersama tanpa memandang status kehidupan dan perbedaan tiap-tiap individu. dan keadilan juga dapat dikatakan telah terpenuhi saat keadilan itu telah dibuktikan kebenarannya.

Orang dapat menganggap keadilan sebagai sebuah gagasan atau realitas absolut dan mengasumsikan bahwa pengetahuan dan pemahaman tentangnya hanya bisa didapatkan secara parsial dan melalui upaya filosofis yang sangat sulit.


Keadilan menurut Aristoteles
"hukum hanya bisa ditetapkan dalam kaitannya dengan keadilan”. Yang sangat penting dari pandanganya ialah pendapat bahwa keadilan mesti dipahami dalam pengertian kesamaan. Namun Aristoteles membuat pembedaan penting antara kesamaan numerik dan kesamaan proporsional. Kesamaan numerik mempersamakan setiap manusia sebagai satu unit. Inilah yang sekarang biasa kita pahami tentang kesamaan dan yang kita maksudkan ketika kita mengatakan bahwa semua warga adalah sama di depan hukum. Kesamaan proporsional memberi tiap orang apa yang menjadi haknya sesuai dengan kemampuannya, prestasinya, dan sebagainya. Dari pembedaan ini Aristoteles menghadirkan banyak kontroversi dan perdebatan seputar keadilan. Lebih lanjut, dia membedakan keadilan menjadi jenis keadilan distributif dan keadilan korektif. Yang pertama berlaku dalam hukum publik, yang kedua dalam hukum perdata dan pidana. Keadilan distributif dan korektif sama-sama rentan terhadap problema kesamaan atau kesetaraan dan hanya bisa dipahami dalam kerangkanya. Dalam wilayah keadilan distributif, hal yang penting ialah bahwa imbalan yang sama-rata diberikan atas pencapaian yang sama rata. Pada yang kedua, yang menjadi persoalan ialah bahwa ketidaksetaraan yang disebabkan oleh, misalnya, pelanggaran kesepakatan, dikoreksi dan dihilangkan.

Keadilan distributif menurut Aristoteles berfokus pada distribusi, honor, kekayaan, dan barang-barang lain yang sama-sama bisa didapatkan dalam masyarakat. Dengan mengesampingkan “pembuktian” matematis, jelaslah bahwa apa yang ada dibenak Aristoteles ialah distribusi kekayaan dan barang berharga lain berdasarkan nilai yang berlaku dikalangan warga. Distribusi yang adil boleh jadi merupakan distribusi yang sesuai degan nilai kebaikannya, yakni nilainya bagi masyarakat.

keadilan korektif berfokus pada pembetulan sesuatu yang salah. Jika suatu pelanggaran dilanggar atau kesalahan dilakukan, maka keadilan korektif berusaha memberikan kompensasi yang memadai bagi pihak yang dirugikan; jika suatu kejahatan telah dilakukan, maka hukuman yang sepantasnya perlu diberikan kepada si pelaku. Bagaimanapun, ketidakadilan akan mengakibatkan terganggunya “kesetaraan” yang sudah mapan atau telah terbentuk. Keadilan korektif bertugas membangun kembali kesetaraan tersebut. Dari uraian ini nampak bahwa keadilan korektif merupakan wilayah peradilan sedangkan keadilan distributif merupakan bidangnya pemerintah.

Keadilan di indonesia
 
Hukum hanya ditegakkan bagi rakyat yang lemah. Hukum menjadi tidak berdaya terhadap orang-orang yang dekat dengan kekuasaan. Keadilan sudah mati di Indonesia. Pemerintahan sudah tidak mampu lagi menegakkan keadilan di bumi Indonesia ini.

Koruptor yang korupsi bermilyar-milyar dan bahkan triliun, mereka mendapakan perlakuan istemewa. Tidak jarang para tersangka korupsi itu bebas murni. Sudah berapa banyak para pejabat, gubernur, walikota, dan pejabat yang lainnnya, yang mendapat putusan bebas murni, dan kalau ada hukuman itu, sangat ringan. Merka di penjara juga mendaptkan fasilitas khusus, seperti yang dialami para koruptor. Mereka bisa menjadi penjara seperti hotel.
Tetapi, rakyat kecil yang melakukan kesalahan kecil, kadang diperlakukan dengan sangat kejam, dan tidak manusiawi. Kasus-kasus seperti yang dialami AAL itu ratusan, dan mereka harus mendekam dipenjara, bahkan tidak jarang mereka dicampur di penjara dengan orang-orang dewasa. Inilah ironi yang terjadi di Indonesia. Hukum benar-benar hanya bagi yang lemah.
Elite politik yang terkena jerat hukum, karena melakukan korupsi mereka bisa berkelit dengan berbagai dalih. Mereka para elite bisa berkelit dengan kekuasaan dan uang. Sementara rakyat kecil, tidak mampu bertindak seperti itu.

Rakyat kecil yang mencari keadilan kerap menjadi korban. Mereka tidak jarang menjadi korban penegak hukum, dan menjadi bulan-bulanan. Kasus AAL bukan yang pertama kali terjadi di negeri ini, yang menggambarkan matinya keadilan.

No comments:

Post a Comment